Troso – Menjadi seorang jurnalis ataupun seorang penulis yang handal memang menjadi kebanggaan tersendiri. Untuk menempuhnya tidaklah cukup hanya dengan asal menulis. Banyak hal yang perlu dipelajari agar media informasi yang akan disajikan lebih bernilai berita bagi khalayak yang membacanya. Demikian halnya menjadi seorang penulis, banyak trik dan teknik yang perlu didalami agar kualitas tulisannya lebih berbobot dan patut diperhitungkan oleh banyak orang.
Hal tersebut yang mendasari diadakannya pelatihan jurnalistik majalah dinding (mading) yang bertajuk “Membangkitkan Ghirah Pelajar untuk Kuasai Dunia dengan Budaya Menulis” pada hari Kamis (25 Agustus 2011) lalu di MA Matholi’ul Huda Troso. Lebih dari 80 siswa tsanawiyah dan aliyah berpartisipasi dalam acara tersebut. Ada lima sesi yang diikuti oleh peserta pelatihan, yaitu penulisan reportase, penulisan artikel, penulisan sastra, teknik perwajahan, dan teknik rapat redaksi. Masing-masing sesi diisi oleh narasumber yang berkompeten di bidangnya masing-masing.
Kepala madrasah pada saat pembukaan acara berharap agar dengan diadakannya pelatihan jurnalistik semacam ini dapat memunculkan kader-kader jurnalis muda, meskipun lingkupnya hanya jurnalis sekolah. Para siswa diharapkan dapat menjadi generasi penerus yang menghidupkan kembali majalah dinding Emha Pos yang beberapa tahun belakangan ini sempat vakum. Selain itu, beliau juga berharap agar nantinya dunia tulis-menulis dapat menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi siswa MAMH Troso.
Sesi pertama dimulai dengan pelatihan penulisan reportase oleh seorang wartawan Suara Merdeka Biro Muria Muhammadun Sanomae (32). Selama acara berlangsung, dia lebih banyak bercerita tentang pengalaman awal mulanya dia menjadi seorang wartawan ketimbang menyampaikan teknik-teknik menulis reportase. Baginya hal itu cukup beralasan sebab teknik menulis reportase tidak akan jauh dari materi pelajaran yang didapatkan di bangku sekolah, yaitu berkutat dengan 5W+1H sehingga tidak perlu diulang-ulang lagi.
Dia tidak pernah membayangkan sebelumnya jika kelak dirinya akan menjadi seorang jurnalis seperti sekarang ini. Menurutnya, setiap orang diberi kemampuan dasar menjadi seorang jurnalis, tinggal bagaimana dia mengasah kemampuan alamiah tersebut. Banyak hal, ungkapnya, dapat diangkat menjadi sebuah berita.
Pada bagian akhir sesi pertama, dia memberikan simulasi bagaimana cara melakukan wawancara yang baik, hingga menghimpun informasi yang diperoleh menjadi sebuah berita yang layak dipublikasikan. Dia juga menyampaikan bahwa seorang jurnalis dituntut harus mudah beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan. Untuk menyiasati hal itu, ada dua modal dasar yang harus dilatih sejak dini agar mudah beradaptasi: sederhana, dan mudah bergaul.
Seusai materi pelatihan penulisan reportase dirampungkan, acara dilanjutkan pada sesi kedua, yaitu pelatihan penulisan artikel yang diisi oleh Mohammad Syakur , seorang redaktur Jurnal EDUKASI yang diterbitkan secara berkala oleh IAIN Walisongo Semarang. Selama lebih kurang sejam, pemateri memaparkan bagaimana memulai menulis artikel yang baik, yaitu dari memilih judul artikel, membuat lead atau rangkuman singkat tentang isi artikel, dan yang terakhir menulis isi artikel.
Pemateri dengan penuh antusias menjelaskan ciri-ciri utama tulisan artikel. Dipaparkannya bahwa setiap artikel yang ditulis seseorang paling tidak memenuhi beberapa syarat, seperti: lugas, masuk akal, obyektif, cermat, terbuka, serta memerhatikan kaidah penulisan yang baku.
Dalam menulis artikel, jelasnya, beberapa penulis mengategorikan tulisannya ke dalam beberapa tipe artikel, yakni artikel bertipe eksploratif, eksplanatif, deskriptif, prediktif, dan preskripstif (memberikan tuntunan kepada pembaca). Setiap tipe memiliki karakteristik dan tujuan masing-masing.
Berbeda dengan penulisan reportase yang terbatas oleh waktu karena terkait dengan deadline, penulisan artikel menurut pemateri dirasakan lebih bebas karena tidak adanya batasan-batasan waktu. Selain itu, artikel cenderung lebih bersifat lifetime atau dapat dibaca terus menerus karena artikel lebih banyak mengarah pada wacana pribadi penulis penulis ketimbang reportase yang lebih mengarah pada kejadian-kejadian yang faktual. (bersambung)
Galeri Kegiatan, klik di sini