Troso – Dua workshop sekaligus digelar di MA Matholi’ul Huda Troso, Selasa (25/1/2011) dalam rangka rangkaian kegiatan kontrak prestasi antara MA Matholi’ul Huda Troso dengan Kementerian Agama Republik Indonesia. Workshop diikuti oleh seluruh tenaga pendidik di lingkungan yayasan pendidikan Islam Matholi’ul Huda Troso mulai dari RA, MI, MTs, maupun MA. Tidak seperti pada workshop-workshop sebelumnya yang pernah digelar, terdapat suasana berbeda dari workshop kali ini. Karena selain memakai gedung aula pertemuan baru, juga terdapat beberapa peserta undangan yang terdiri dari para kepala madrasah ataupun yang mewakilinya baik jenjang MI, MTs, maupun MA. se-kecamatan Pecangaan.
Acara tersebut dihadiri juga oleh Kakankemenag Jepara, Drs. H. Sholikhin, M. M. yang berkesempatan membuka acara secara simbolis. Turut hadir pula dalam acara tersebut Mapenda Kemenag Jepara, Drs. Ali Arifin, M. M.
Workshop sesi pertama mengambil tema “Peningkatan Mutu Madrasah Melalui Manajemen Berbasis Madrasah” dengan mendatangkan narasumber Drs. H. Djam’un Efendi, M. Pd. I. (Kabid Mapenda Kemenag Jawa Tengah) yang didampingi oleh Drs. H. Asyiq, M. Ag. (Kasi Evaluasi Mapenda Kemenag Jawa Tengah). Kedatangan beliau di kampus MA Matholi’ul Huda Troso sebenarnya adalah mewakili Kakankemenag Jawa Tengah, Drs. H. Imam Haromain Asy’ari, M. Si. yang awalnya dijadwalkan mengisi workshop tersebut namun batal hadir dikarenakan berbenturan dengan jadwal lain di Jakarta.
Setelah memperkenalkan diri kepada audiens, Djam’un memaparkan sejarah madrasah pada masa lalu. Menurutnya, madrasah turut andil besar dalam menyumbang tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia di masa-masa pra maupun pasca kemerdekaan. Namun lambat laun, menurutnya, peran madrasah di Indonesia semakin memudar dan dikaburkan oleh kepentingan penguasa, utamanya pada masa orde baru. Beruntung, setelah terjadi reformasi di Indonesia, peran madrasah mulai nampak lagi dengan pengakuan pemerintah terhadap madrasah sebagai lembaga pendidikan yang juga setara dengan pendidikan sekolah.
Manajemen madrasah diperlukan sekali, sebab akhir-akhir ini terjadi ketimpangan moral yang meracuni generasi muda, khususnya generasi muda yang duduk di bangku madrasah. Banyak sekali kasus perbuatan asusila yang notabene dilakukan oleh siswa madrasah. Padahal di madrasah mereka mendapatkan materi pelajaran akhlak yang bahkan tidak diajarkan di sekolah umum. Hal itu menandakan proses pendidikan di madrasah ada yang bermasalah.
Dengan adanya manajemen berbasis madrasah, guru dapat mempersiapkan siswa menjadi lulusan yang bermoral islam, juga tidak kalah di bidang akademiknya. Semua itu dapat dicapai dengan pemenuhan sarana prasarana yang memadai, serta SDM para pendidiknya yang mumpuni. Selain itu, guru juga harus menguasai 4 kompetensi dasar agar kualitas mendidiknya menjadi baik, yaitu: pedagogis, professional, pribadi, dan sosial.
Usai istirahat beberapa saat, dilanjutkan workshop sesi kedua dengan tema “Implementasi KTSP Menuju Madrasah Berkualitas” dengan narasumber Drs. H. Shofi, M. Ag. (Kasi Kurikulum Mapenda Kemenag Jawa Tengah). Pada workshop sebelumnya, Shofi juga pernah menjadi narasumber di MA Matholi’ul Huda Troso, yaitu pada workshop Pembelajaran Berbasis PAIKEM dan CTL yang digelar beberapa waktu lalu.
Disampaikan oleh pemateri, pemerintah melalui kementerian agama telah membuat formulasi baru yang akan diterapkan pada tahun ajaran depan. Hal itu terkait dengan semakin beratnya beban peserta didik, utamanya peserta didik jenjang akhir baik kelas 9 maupun kelas 12. Pada jenjang-jenjang sebelumnya, peserta didik diharapkan sudah mampu menguasai konsep dasar materi pelajaran dengan baik, sehingga ketika mereka telah mencapai jenjang akhir, mereka tidak lagi berbenturan dengan masalah penguasaa konsep, tetapi lebih pada pendalaman materi sehingga akan berimbas pada konsentrasi peserta didik jenjang akhir yang tidak lagi akan terbebani.
Beliau mencontohkan konsep dasar seperti operasi dasar aljabar bilangan bulat harus benar-benar dikuasai peserta didik pada jenjang kelas 7, hingga ketika mereka telah naik ke kelas 9, mereka telah mengantongi konsep tersebut dan tinggal mendalami model-model soal.
Beliau berkesempatan melakukan sosialisasi tentang kebijakan baru pemerintah soal ujian nasional. Pada tahun ini, siswa yang tidak lulus ujian tidak lagi berkesempatan mengikuti ujian ulangan karena kebijakan tersebut telah dihapus. Namun, ada sedikit kelonggaran soal penentu kelulusan. Menurut ketentuan yang berlaku, hasil ujian nasional tidak lagi menjadi penentu utama kelulusan siswa, tetapi ada poin lain yang menentukan kelulusan, yaitu nilai ujian madrasah dan nilai rata-rata raport. Seorang siswa akan dinyatakan lulus Ujian Nasional apabila nilai rata-rata dari semua Nilai Akhir (NA) mencapai batas minimal 5,5 dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0.
Adapun Nilai Akhir (NA) diperoleh dari gabungan nilai Ujian Nasional dan Nilai Madrasah dengan komposisi 60% nilai UN dan 40% Nilai Madrasah. Nilai Madrasah merupakan nilai rata-rata dari mata pelajaran yang diujinasionalkan dalam Ujian Madrasah (UM) serta nilai rata-rata raport. Nilai rata-rata raport adalah nilai rata-rata dari semua mata pelajaran yang diujinasionalkan sejak semester 1 hingga semester 5 untuk jenjang MTs, atau sejak semester 3 hingga semester 5 untuk jenjang MA.
Walaupun pada awalnya agak sulit dipahami, namun dengan gaya penyampaian pemateri yang cukup humoris dan menyenangkan, para audiens lambat laun dapat memahami kriteria-kriteria kelulusan baru tersebut. Juga karena metode penyampaiannya yang menarik, seolah tanpa terasa lebih dari 3 jam workshop telah berlalu. Padahal, materi yang disampaikan tergolong cukup ‘berat’, namun sebagian besar audiens mampu menangkap apa yang disampaikan pemateri dengan mudah karena metode penyampaiannya tersebut. (mamhtroso.com)