Troso, MAMHTROSO.com – Bulan Rabiul Awal terasa istimewa bagi warga MA Matholi’ul Huda Troso. Momentum peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad itu diisi dengan acara muludan selama 12 hari penuh. Di luar bulan itu, muludan biasanya hanya digelar sepekan sekali.
Acara ini meneruskan tradisi yang biasa digelar setiap memasuki bulan ketiga hijriyah tersebut. Selama muludan berlangsung, mereka mengisinya dengan pembacaan kitab maulid al-Barzanji dan ad-Diba’i secara bergantian. Kedua karya dari abad pertengahan itu mengisahkan sirah atau perjalanan hidup sang rasul.
Di madrasah ini, acara dimulai sejak hari pertama bulan Rabiul Awal, Ahad (13/01/2013) lalu, dan dijadwalkan bakal berakhir pada Rabu (23/01/2013) mendatang.
Tidak jauh berbeda pada pelaksanaan sebelumnya, muludan digelar pada akhir jam pelajaran ke-8. Seluruh siswa mendengarkan maulid yang dibaca oleh pengurus Osis melalui pengeras suara. “Yang membaca setiap harinya ada dua orang, dan itu digilir. Sehari putra, hari berikutnya putri,” kata Ahmad Iwanurridlwan (17), siswa kelas 12 IPA-2 yang didapuk membaca maulid di hari pertama. Selama bertugas, Iwan didampingi Alfin Iqbal (17) yang juga rekan sekelasnya.
Iwan mengungkapkan, acara muludan yang digelar di MAMH Troso berdurasi relatif lebih pendek dari acara serupa yang biasa digelar kampung-kampung. “Di sini, yang kita baca hanya sebagian kecil saja dan tidak sampai 15 menit. Kalau di musholla sekitar kita, waktunya bisa berjam-jam,” terang Iwan.
Meski hanya sebentar, acara muludan tetap berlangsung semarak. Hal itu setidaknya terlihat dari semangat siswa saat pelantunan salawat.
Acara Tradisi
Tidak hanya di kampus MAMH saja yang menyambut hari kelahiran nabi dengan muludan. Warga masyarakat desa Troso pun tidak mau ketinggalan tradisi tahunan tersebut. Bahkan, mereka menggelar muludan dengan lebih meriah.
Seperti yang diungkapkan Ali Marzuki (22) kepada MAMHTROSO.com, Ahad sore. Salah seorang santri dari Ponpes An-Nur Troso itu mengungkapkan, muludan menjadi tradisi yang sudah mengakar di kalangan warga Troso. “Pada 12 malam di bulan Mulud (Rabiul Awal-red), musholla atau masjid pasti ramainya. Mereka mengadakan acara muludan sehabis Magrib, atau sehabis Isya,” tutur Marzuki.
Biasanya, lanjut Marzuki, maulid yang dibaca lebih variatif dan meriah. Ia mencontohkan, ada sedikitnya 5 jenis maulid yang dilantunkan di pondok tempatnya mengaji. “di Pondok pesantren An-Nur biasanya yang dibaca adalah Al-Barzanji, Al-Diba’i, Al-Azzab, Al-Habsyi, dan kadang-kadang Shimtut Durar. Kalau di musholla lain, mungkin juga seperti itu,” terang Marzuki. Agar lebih semarak, pembacaan maulid tidak jarang diiringi dengan musik rebana. “Di sini biasanya dikolaborasi dengan rebana. Tujuannya, selain untuk menambah meriah, juga untuk menarik minat anak-anak muda agar tumbuh rasa cinta kepada Nabi Muhammad,” pungkas Marzuki. (aaf)