Troso, MAMHTROSO.com – Momentum menjelang pelaksanaan Ujian Nasional tingkat SMA, kerap menjadi ajang bagi sejumlah perguruan tinggi menggencarkan promosi di sekolah-sekolah, tak terkecuali seperti yang terjadi di kampus MA Matholi’ul Huda Troso.
Senin (25/02/2013) siang, puluhan siswa kelas XII mengerumuni papan pengumuman. Di papan itu tertempel lusinan brosur perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, yang berisi ajakan kepada para siswa kelas akhir untuk bergabung dengan lembaga-lembaga itu. Banyak di antara siswa yang serius membaca satu per satu iklan ‘tebar jala’ itu. Ada kemungkinan, mereka sedang membanding-bandingkan antara perguruan tinggi satu dengan perguruan tinggi yang lain. Dan nampaknya, terkaan yang dilakukan MAMHTROSO.com benar adanya. Hal itu setidaknya terbukti saat MAMHTROSO.com menghampiri Iradatul Awwalin, seusai PBM.
“Iya, ini coba membandingkan, kira-kira saya pantasnya masuk di mana,” kata Ira, sapaan sehari-harinya. Maklum saja, untuk melanjutkan pendidikannya di jenjang perguruan tinggi, siswi kelas XII IPA-2 itu tidak ingin sekedar pilih. “Kalau bisa yang benar-benar cocok dengan saya. Bisa cocok di bidang studinya, bisa juga cocok di dananya,” ujarnya sambil terkekeh.
Ira mengaku telah menyiapkan dua ‘amunisi’ terkait dengan persiapan menghadapi penerimaan mahasiswa baru. “Saya mencoba lewat jalur akademik melalui SPMB-PTAIN (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri-red). Kalau gagal, terpaksa lewat jalur pendaftaran biasa, ” ujarnya. “Kalau bisa, target tahun ini bisa kuliah. Kalau tidak bisa, ya, dicoba sampai bisa,” tambahnya.
Menurut Ira, adanya sistem SMPB-PTAIN banyak membantu siswa dalam merumuskan program studi lanjutan apa yang bakal diambil pasca lulus dari MA. “Paling tidak, bisa membantu kita menentukan jurusan apa yang akan kita ambil di perguruan tinggi. Kalaupun tidak bisa diterima sekarang, pengalaman ini yang akan kita gunakan di tahun mendatang,” kata Ira.
Senada dengan Ira, Nikita Handayani juga berencana melanjutkan studi ke perguruan tinggi. “Coba-coba ikut SPMB-PTAIN juga, kalau bisa lolos, Alhamdulillah. Kalau tidak bisa, mungkin saya akan kursus bahasa Inggris dulu setahun di Pare,” kata siswi kelas XII IPS-1 itu.
Nikita menuturkan, keinginan belajar di kampung Inggris yang terletak di desa Pare, Kediri itu sebenarnya sudah direncanakan sejak lama. “Saat masih kelas 10, saya sudah punya angan-angan belajar di Pare seperti mbak saya, saat lulus nanti. Tapi tidak tahunya, ada info seleksi masuk perguruan tinggi belakangan ini. Jadi ambil kesempatan dulu, siapa tahu beruntung,” paparnya.
Lebih lanjut, Nikita mengaku tidak terlalu banyak diintervensi oleh orang tua soal pemilihan studi lanjutannya. “Semua diserahkan pada saya. Mau jadi perawat atau guru, orang tua memberi kebebasan. Tapi bapak-ibu pernah berpesan, yang penting baik untuk saya, dan juga masa depan saya,” tuturnya.
Lain halnya dengan Ahmad Fadholi. Siswa tingkat akhir program IPA itu mengaku tidak akan terlalu ambil pusing pasca lulus MA. Pasalnya, ia berencana tidak melanjutkan ke perguruan tinggi dalam 1 tahun ke depan. “Berhenti dulu setahun buat kerja. Nanti kalau setahun sudah ngumpul, insyallah saya baru daftar,” ujar Fadholi. Lalu, program studi apa yang bakal diambil? “Tidak harga mati. Di dekat-dekat sini pun oke, seperti Inisnu. Apalagi katanya tahun ini Inisnu mau diubah menjadi universitas, berarti pamornya mungkin akan tambah oke,” tambahnya.
Tidak beda pula dengan Ahmad Taufiq, teman sekelas Fadholi. Taufiq tidak memungkiri keadaan ekonomi keluarganya yang notabene pas-pasan. Ia pun merelakan cita-citanya mengenyam pendidikan tinggi terhenti sesaat lantaran harus membantu keluarga. “Inginnya sih mau seperti teman-teman, bisa langsung kuliah. Tapi gimana lagi, saya kategori elit alias ekonomi sulit, jadi mau tidak mau harus kerja dulu. Semoga dalam setahun atau paling lama dua tahun, saya punya cita-cita sekolah lagi,” tutur Taufiq. “Yang penting bisa lulus dulu. Setelah itu, baru, nah…” pungkasnya dengan nada canda.
Seribu satu alasan yang diungkap siswa untuk menjelaskan gambaran perguruan tinggi mana yang klop di hati mereka. Namun, yang pasti, mereka haruslah terlebih dulu berpredikat lulus untuk bisa beralih status menjadi mahasiswa. Langkah yang ditempuh pun masih berliku panjang dan berat. Mulai dari UAMBN hingga UN yang kerap menyita banyak perhatian dari siswa. (aaf)