MA Matholi'ul Huda Troso

Visi Madrasah :
“Luhur dalam Budi, Tinggi dalam Prestasi”

(0291)7510202

ma_mhtroso@yahoo.co.id

Siswa Ikuti ‘Nikah Massal’ di Kelas

Troso, MAMHTROSO.com – Kamis pagi (04/04/2013), suasana kelas XI IPA-1 MA Matholi’ul Huda Troso tidak seperti biasanya. Sekelompok siswa yang berjumlah 5 orang, berkumpul di depan kelas. Salah satu dari mereka lantas berjabat tangan dengan rekannya seraya berucap akad ijab kabul pernikahan.

“Saya nikahkan Engkau, Fahmi Sahal bin Atang dengan Ananda Keti Peri binti Kus, dengan mas kawin satu unit mobil Camry dan seperangkat alat salat, dibayar tunai,” ucap Muhammad Rofiq bergaya bak penghulu. Sesaat kemudian, Fahmi Sahal, sang ‘mempelai’ pria, lantas menyahut, “Saya terima nikahnya, Keti Peri binti Kus dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai.”

Terlihat, Ahmad Syaiful yang kebagian peran menjadi ‘mempelai wanita’ hanya tersipu malu, dan sesekali cekikikan, tanda tidak kuasa menahan geli. Maklum saja, Syaiful yang notabene adalah laki-laki ‘terpaksa’ didandani layaknya perempuan. Dengan kepala tertutup jilbab, Syaiful nampak sabar mendampingi ‘sang calon suami’ yang tengah berijab kabul dengan ‘sang penghulu’.

Setelah saksi menyatakan ‘pernikahan’ itu sah, seisi kelas langsung mengucap syukur disusul pemanjatan doa yang dipimpin ‘penghulu’. Namun tak lama, suasana yang semula khidmat, tiba-tiba berubah menjadi ajang ger-geran.

Maklum saja. Prosesi ‘ijab kabul’ ini memang terasa ganjil. Selain para pelaku seluruhnya adalah siswa, sang mempelai yang menikah berjenis kelamin sama.

Namun jangan tergesa berburuk sangka. ‘Ijab kabul’ yang diperagakan oleh siswa tadi bukanlah ijab kabul yang sesungguhnya. Mereka juga tidak melakukan pernikahan terlarang, berupa pernikahan sesama jenis. Kegiatan ini merupakan bagian dari  praktik munakahat yang digagas Ahmad Azhari Nasir. Guru mata pelajaran Fiqih khusus kelas XI program IPA itu ingin mengajak siswanya agar tahu dan bisa memperagakan bagaimana prosesi akad nikah yang sesungguhnya. “Meski tidak lengkap seperti akad nikah yang asli, mereka setidaknya sudah tahu gambaran seperti apa akad nikah itu. Apalagi mereka sudah besar. Cepat atau lambat, insyaallah mereka akan berurusan dengan akad ini,” ujar Nasir.

Lebih lanjut Nasir menjelaskan, nikah massal abal-abal itu dipraktikkan oleh enam kelompok, yang terdiri dari 5 orang. Masing-masing kelompok, lanjut Nasir, terdiri dari satu orang pembawa acara, dua orang calon pengantin, satu orang penghulu, dan satu orang saksi. “Awalnya, saya menawarkan kepada mereka, dalam setiap kelompok terdiri dari putra dan putri, namun banyak siswa putri yang menolak dengan alasan malu. Jadinya, para calon pengantin terpaksa sejenis,” papar Nasir.

Selain prosesi ijab kabul, setiap kelompok juga diwajibkan mendemonstrasikan bagaimana prosesi penandatangan buku nikah, hingga seremoni tukar cincin.

Khusus pembawa acara, Nasir sengaja menambahkan sendiri. “Pembawa acara mestinya tidak ikut dalam rukun akad nikah. Tapi sengaja saya sertakan untuk meramaikan suasana,” ungkap lelaki berkacamata itu. “Mereka (pembawa acara-red) bertugas selain membacakan rentetan acara, juga bertugas menceritakan kronologi bertemunya kedua mempelai sehingga sampai di ‘pelaminan’. Dan tentu saja, kronologinya hanyalah rekaan saja. Terserah pembawa acara. Yang penting dapat menjadikan suasana lebih cair,” jelas Nasir.

Nasir mencontohkan, Pertemuan Ahmad ‘Keti Peri’ Syaiful dengan Fahmi Sahal terjadi secara tidak sengaja. “Sahal tidak sengaja menolong Keti Peri yang terjatuh dari sepeda. Karena merasa berhutang budi, Keti Peri memberi nomor HP pada si Sahal. Terjadi hubungan lebih lanjut, sehingga sampai keduanya di depan penghulu,” kenang Nasir menirukan kronologi yang diceritakan oleh Mujab Juhaini.

Menurut Nasir, antusiasme siswa selama kegiatan itu berlangsung cukup bagus. “Meski kadang cengengesan, mereka nampak mengikuti dengan baik dan penuh antusias,” katanya. “Sikap dan keaktifan selama praktik menjadi penilaian tersendiri bagi mereka,” imbuhnya.

Selain kelas XI IPA-1, sejumlah siswa kelas XI IPA-2 juga sempat mencicipi prosesi ‘akad nikah’. “Kalau XI IPA-2, tidak semuanya dapat ikut praktik, soalnya terkendala waktu. Rencananya dilanjutkan minggu depan,” tuturnya. (aaf)


Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »