MAMHTROSO.COM – MA Matholi’ul Huda Troso kembali gelar upacara pengibaran bendera Sang Merah Putih pagi tadi, Sabtu (23/1). Meskipun pada dini hari daerah Desa Troso dan sekitarnya sudah terguyur hujan, namun sekitar pukul 05.00 WIB sudah mulai reda. Tak ayal lapangan upacara di kampus Matholi’ul Huda Troso masih terlihat sedikit genangan-genangan air hujan sebelum mulainya upacara.
Upacara pengibaran bendera ini adalah salah satu agenda rutin yang dilaksanakan setiap hari sabtu. Meskipun sudah memasuki musim hujan tetapi upacara akan terus dilaksanakan pihak madrasah selama keadaan masih memungkinkan. Karena upacara pengibaran bendera merah putih ini dijadikan sebagai salah satu cara untuk memupuk semangat cintah tanah air bagi siswa-siswinya.
Bertempat di halaman MTs. Matholi’ul Huda Troso seluruh siswa-siswi yang berjumlah hampir 1.300-an berbaris rapi sesuai dengan kelasnya masing-masing. Pukul 07.00 WIB upacara dimulai oleh pembawa acaranya yaitu salah satu siswi dari kelas X F, Wido Sari. Petugas upacara kali ini tampil kurang maksimal, mengingat siswa yang bertugas rata-rata masih baru mengenal ketrampilan baris-berbaris. Bahkan pemimpin upacara asal kelas X F, Reza Andrian mengaku sangat gugup saat bertugas tadi. Namun demikian, Fiqi saputro (X B), Ahmad Thoha Masyur (X E), dan Nailis Sa’adah (X D) yang bertugas mengibarkan bendera merah putih berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Bendera sampai di puncak tiang sesuai dengan berakhirnya lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan oleh tim paduan suara.
Lilik Fatmawati, S.Si. salah satu guru di Matholi’ul Huda Troso ini berkesempatan menjadi Pembina upacara. Dalam amanatnya beliau memberikan motivasi kepada siswa dari sebuah cerita inspiratif kisah 2 bibit tanaman.
“Ada dua bibit tanaman. Bibit pertama memilih untuk menancapkan akarnya dan membentangkan semua tunasnya. Sehingga dia bisa tumbuh lebih besar. Dan bibit kedua memilih tidak menancapkan akarnya ke tanah karena takut kegelapan, dan tidak pula membentangkan tunasnya di atas tanah karena takut dirusak siput dan hewan lainnya. Bibit kedua inipun menunggu dalam kesendirian. Tetapi di hari kemudian ada ayam yang mengkorek-korek tanah dan menemukan bibit kedua tersebut, dengan segera ayam mencaplok bibit kedua tersebut”, cerita Lilik dengan suara lembutnya di atas mimbar hijau untuk Pembina upacara.
Dari cerita tersebut beliau menekankan bahwa sebagai manusia jangan sampai mempunyai sikap pesimistis. Karena hidup adalah sebuah pilihan. Ada yang memilih meninggalkan zona amannya dan berjuang menjadi lebih baik kemudian sukses. Ada juga yang memilih diam, takut keluar dari zona amannya, yang akhirnya dia tertinggal dengan teman-temannya yang lain.
“Hidup adalah pilihan, kalian sebagai siswa berhak memilih sikap apapun, akan tetapi keadaanmu di masa yang akan datang sukses ataupun tidak itu adalah hasil dari pilihan sikapmu saat ini”, beliau mengakhiri amanatnya.
(Syah)