“Fa’ala – yaf’ulu – fa’lan – wa – maf’alan – fahuwa – fa’ilun – wadzaka – maf’ulun – uf’ul – la – taf’ul – maf’alun – maf’alun – mif’alun”
Bagi sebagian orang yang pernah belajar ilmu sharaf di madrasah diniyah atau di pondok pesantren, tentu tidak asing dengan rangkaian kata-kata tadi. Biasanya, sebagian orang melafalkannya dalam bentuk lagu syi’iran.
Ya, baris kalimat tadi biasa orang menyebutnya tasrifan. Dan tidak lama lagi, MA Matholi’ul Huda Troso bakal menjadikannya sebagai bagian dari amalan harian siswa.
Gagasan tasrifan menjadi salah satu amalan rutin siswa ini sebenarnya sudah lama mencuat. Ide awalnya digagas oleh kepala MAMH Troso. Kamad menginginkan para peserta didiknya memiliki kemampuan dasar dalam berbahasa Arab, salah satunya kemampuan mengembangkan kosakata Arab menjadi bentuk lain dengan kaidah tertentu. Boleh jadi, Kamad mengharapkan agar para siswa tak perlu menghafal berjibun kosakata, melainkan cukup memahami aturan perubahannya saja. Selain itu, amalan ini diharapkan dapat membantu siswa dalam penguasaan materi bahasa Arab yang mereka pelajari di jam PBM.
Meski demikian, ide tersebut tidak serta-merta kesampaian. Selain banyaknya agenda kemadrasahan yang mendesak, ketiadaan piranti mumpuni untuk proses rekaman suara yang bakal menjadi patokan selama tasrifan berlangsung, juga menjadi alasan mengapa gagasan itu urung terlaksana.
Setelah cukup lama ‘mangkrak’, beberapa perangkat tasrifan sedikit demi sedikit akhirnya dilengkapi. Dimulai dari proses rekaman dengan memanfaatkan piranti ala kadarnya, baru-baru ini. Rekaman itu sendiri digelar di studio musik dan sempat dilakukan beberapa kali lantaran ada beberapa penyesuaian yang mesti dibenahi. Setelah rekaman kelar, giliran proses penyuntingan naskah yang nantinya bakal dibagikan pada siswa.
Menurut Kamad, tasrifan yang diambil adalah tashrif isthilahy yang terdiri dari enam bab, ditambah satu bab khusus tentang rangkuman wazan alias pola dasar kosakata Arab.
Kamad menambahkan, amalan ini akan dimulai seusai pelaksanaan Ulangan Tengah Semester Gasal yang digelar awal Oktober mendatang. Lebih lanjut, tasrifan ini bakal berkumandang dalam tiga sesi per harinya, yakni seusai doa mulai belajar, seusai istirahat pertama, dan seusai istirahat kedua. Di sesi pertama, jelas Kamad, siswa mengumandangkan tasrifan semua wazan fi’il tsulatsy mujarrad dan tsulatsy mazid. Pada sesi kedua, siswa melantunkan tasrifan mulai bab pertama hingga bab ketiga dari wazan tsulatsy mujarrad dengan berbagai macam contoh kosakatanya. Sedangkan pada sesi terakhir, dikumandangkan mulai bab keempat hingga keenam dari wazan tsulatsy mujarrad dengan berbagai macam kosakatanya.
Jika siswa sudah mampu menguasai bab tashrif ishtilahy yang lebih fokus pada bentuk kata kerja, madrasah rencananya akan menggantinya dengan tashrif lughawy yang lebih banyak membahas tentang pelaku dari kata kerja tersebut.
Selain tasrifan, sudah banyak amalan-amalan rohani yang kini menjadi ‘makanan pokok’ bagi siswa. Sebut saja pembacaan asma’ul husna dan salawat Nariyah di awal PBM, Istigasah di akhir PBM, khatmul quran setiap Rabu, yasinan di akhir pekan, serta Gerakan Peduli Madrasah setiap Sabtu dan Selasa. (aaf)