Troso, MAMHTROSO.com – Ceramah Kemadrasahan yang bertajuk Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) di MA dan MTs. Matholi’ul Huda Troso kali ini sudah memasuki sesi ke-3, Sabtu (22/7/2017). Kemadrasahan ini sudah berlangsung sejak Rabu kemarin. Secara berkesinambungan kepala madrasah sebagai nara sumber mengupas satu persatu makna dari panca jiwa yang dijadikan pedoman di MA dan MTs. Matholi’ul Huda Troso. Ini supaya siswa-siswi dapat menanamkan di dalam hatinya dan juga mempraktikkan panca jiwa dalam kehidupan di lingkungan sekolah, terlebih lagi di lingkungan masyarakat.
Setelah kemarin membahas panca jiwa yang pertama dan kedua yaitu “keikhlasan dan kesederhanaan”, pada pagi ini Drs. H. Nur Kholis Syam’un menyampaikan makna serta contoh-contoh kongkrit dari jiwa “kesederhanaan” ditambah sedikit jiwa “kemandirian”.
Menurut Drs. H. Nur Kholis Syam’un jiwa kesederhanaan tepat sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Madrasah Tsanawiyah Matholi’ul Huda Troso di sesi sebelumnya. Bahwa kesederhanaan sesuai dengan Surat Al A’raf ayat 31 sikap yang tidak berlebih-lebihan. Menerima apa adanya (qona’ah) dengan gaya hidup yang sederhana dan tidak menuntut orang tua untuk dibelikan barang-barang yang tidak begitu penting. “Sederhana bukan berarti miskin, sederhana bukan berarti mlarat, sederhana bukan berarti lemah, tetapi sederhana adalah memprioritaskan hal-hal penting dan tidak berlebihan”, ungkapnya.
Banyak contoh sikap yang tidak sederhana untuk anak-anak usia pelajar saat ini. Diantaranya adalah muka yang kinclong, mewarnai rambut, memiliki smartphone dengan harga jutaan, dll. Padahal semua itu adalah hasil meminta uang dari orang tua. Kepala madrasah dengan tegas melarang agar siswa-siswi MA dan MTs. Matholi’ul Huda Troso tidak usah mempraktikkan sikap-sikap yang tidak sederhana tersebut. Karena ini bisa mengakibatkan gaya hidup yang berlebihan.
Dilanjutkan dengan “kemandirian” sebagai panca jiwa yang ketiga. Kemandirian ini bisa diterapkan jika siswa sudah bisa mempraktikkan 2 panca jiwa sebelumnya keikhlasan dan kesederhanaan. Artinya siswa yang ikhlas dalam kehidupannya, biasanya mempraktikkan gaya hidup yang sederhana. Dan karena kesederhanaan seorang anak tidak akan banyak menuntut orang tua, maka dengan sendirinya muncul sikap kemandirian. Yang artinya kemandirian adalah tidak semua hal diminta dari orang tuanya akan tetapi hasil dari jerih payahnya sendiri.
Madrasah harus mandiri. Mandiri yang bearti berdiri diatas kaki sendiri, mampu membiayai dengan mendanai segala agenda dan program madrasah. Banyak fenomena madrasah terpaksa dijual ke pihak tertentu. Dijual disini dimaksud karena ingin mendapatkan bantuan. Madrasah terpaksa rela mengorbankan prinsip-prinsip dan jiwa madrasah dan tunduk kepada kemana penyumbang tersebut. Sebutlah seperti partai politik atau korporasi tertentu.
Oleh karenanya madrasah harus kaya. Kaya aset, kaya dana, kaya usaha-usaha ekonomi, kaya ide, kaya relasi dan lain-lain. Agar bisa mandiri dan membanggakan segala agenda dan program-program madrasah. Sehingga tidak membebani para siswa.
Sebagai contoh untuk tahun ajaran baru ini Kepala Madrasah berpesan agar setiap kelas menggalakkan penggalangan uang kas untuk kelas dan ini diambil dari uang saku harian bukan meminta tambahan dari orang tua. Pada tahun sebelumnya uang kas kelas biasanya hanya dijalan satu minggu sekali, untuk tahun ini sebisa mungkin seminggu tiga kali mengisi kas kelas. Sehingga ketika ada agenda-agenda di madrasah yang memerlukan dana kelas tidak memberatkan siswa ataupun orang tua.
Do’a kita semoga madrasah kitasemakin maju, berkembang dan memberkahi umat. Oleh kiranya madrasah ini ketika sudah maju tidak boleh “Berbiaya Mahal” sebagaimana lazimnya madrasah atau seokolah lain. Akan tetapi semakin maju justru semakin terjangkau karena kita kaya dan kita bisa mandiri.
(Syah)