Troso, MAMHTROSO.com – Memasuki hari ketiga pelaksanaan Ujian Madrasah (UM), pagi ini (16/0312013), MA Matholi’ul Huda Troso melangsungkan ujian untuk mapel Bahasa Inggris serta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Khusus mapel Bahasa Inggris, diujikan pula tes Listening. Sayangnya, tes mendengarkan dalam bahasa Inggris itu berlangsung sedikit mengecewakan. Pasalnya, suara announcer yang membacakan soal kurang jelas terdengar pelafalannya. Akibatnya, banyak dari siswa kelas XII yang mengikuti ujian itu tidak mampu menjawab soal dengan baik.
Ujian Listening terdiri dari 15 soal yang terbagi dalam 4 bagian. Setiap peserta ujian harus mendengarkan soal yang dibacakan oleh announcer.
Saat MAMHTROSO.com berkeliling memantau jalannya Listening Section itu, Beberapa saat setelah suara announcer diperdengarkan melalui pengeras suara, tidak sedikit dari siswa yang memegang kening, pertanda mereka kesulitan memahami si pembaca soal. Bahkan, beberapa siswa di antaranya malah hanya tertawa kecil sembari saling lihat teman seruang.
“Tadi pas listening, ada dua yang membacakan soal, satu perempuan dan satu laki-laki. Kalau yang perempuan sih jelas. Tapi pas yang baca laki-laki, suaranya terlalu cepat dan tidak jelas,” ungkap Eko Lutfi Ardiyanto seusai mengikuti tes. Dari 15 soal yang diujikan, siswa kelas XII IPS-1 itu mengaku hanya dapat mengerjakan hanya saparuhnya. Selebihnya, ia terpaksa menjawab sekenanya. “Yang bisa hanya pada Part I, Part II, dan satu-dua dari Part IV. Yang lain cuma mengandalkan feeling,” terang Eko.
Eko tidak sendirian. Beberapa siswi yang ditemui MAMHTROSO.com seusai tes juga mengungkapkan hal serupa. Menurut mereka, kualitas suara, khususnya yang laki-laki terdengar tidak nyaring sehingga cenderung susah untuk dipahami. “Announcer yang cowok suaranya setengah kemresek,” ungkap Dita Anindya Sari, salah seorang siswi dari kelas XII IPA-1. Dita juga menyayangkan waktu jeda antarsoal yang menurutnya kurang. “Jeda dari setiap soal yang dibacakan masih kurang untuk yang sekelas kami. Belum sempat memahami soal pertama, sudah ditumpuki soal berikunya,” tambah Dita.
Selain suara pembaca soal yang kurang jelas, faktor pilihan kata yang digunakan untuk ujian Listening juga mempengaruhi performa siswa selama tes itu berlangsung. “Kalau dilihat dari kosakata, ada beberapa soal yang membutuhkan pendengaran yang baik untuk bisa menjawabnya,” ungkap Muslimatul Khasanah. Siswi kelas XII IPA-2 itu mengungkapkan, beberapa kata yang dilafalkan sebenarnya mudah dipahami jika kata itu dirupakan dalam bentuk tulisan.
Meski demikian, mereka tidak sepenuhnya menyalahkan ketidakjelasan sang announcer atau kosakata yang menyulitkan. “Mungkin juga karena kita masih perlu banyak-banyak latihan untuk soal kayak gini,” ujar Fitri Amalia, siswi kelas XII IPA-1 itu mengaku masih lemah jika dihadapkan pada tes listening. “Bahasa Inggris itu unik, antara tulisan dan pelafalan terkadang banyak yang berbeda. Dan kesulitan yang saya alami biasanya terletak pada membedakan satu kata dengan yang lain kalau diucapkan,” terang Fitri. “Masih ada beberapa kesempatan latihan lagi sebelum Ujian Nasional. Saya harapkan kesempatan-kesempatan itu dapat meningkatkan kemampuan kita dalam menghadapi tes listening,” tambahnya.
Selain pada soal listening, beberapa tipe soal tertulis juga terkadang masih menjadi hal yang menyulitkan bagi siswa, seperti mencari padanan makna kata alias synonim atau menyimpulkan suatu bacaan. “Kalau bagian tes tertulisnya rata-rata sih mudah. Tapi ada beberapa saja yang sulit, seperti mencari sinomim atau kita disuruh menyimpulkan,” ungkap Fitri.
Sejumlah permasalahan yang dikeluhkan siswa ternyata sudah diprediksikan bakal terjadi oleh Lorenzo Cardi. Volunteer asal Italia itu mengungkapkan bahwa soal listening yang diujikan masih terlalu sulit bagi siswa. “Saat saya mendengarkan beberapa soal dari kantor, saya pikir soal-soal itu masih sulit dipahami oleh siswa. Apalagi aksen bicara pembaca soalnya hampir mirip dengan native speaker, itu akan lebih menyulitkan lagi,” jelas Lorenzo. “Dalam bentuk ungkapan sederhana saja, mereka masih kadang-kadang tidak bisa menangkap maksudnya,” tambahnya. Ia mencontohkan, ungkapan sederhana seperti ‘how old are you?’ terkadang masih menyulitkan bagi siswa yang belum terbiasa dengan pronunciation alias pengucapannya. “Saat saya di kelas, saya sudah berkali mencoba menggunakan contoh-contoh yang sederhana, tapi mereka terkadang masih belum bisa paham dengan baik,” paparnya.
Lebih lanjut dikatakan Lorenzo, banyak kiat yang bisa dijadikan sarana bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman berbahasa lewat listening. “Kita punya internet. Saya pikir dengan media itu, siswa dapat mengambil manfaat yang besar. Seperti mendengarkan musik berbahasa Inggris, atau melihat video-video berbahasa Inggris di Youtube. Tapi, hal itu tentunya harus dilakukan secara kontinyu,” paparnya. “Selain itu, mereka harus banyak praktik berbicara dan mendengarkan dengan teman mereka,” tambahnya.
Ujian akhir bagi siswa kelas XII tidak hanya tes tertulis saja. Khusus mapel bahasa Inggris, tes listening juga disertakan. Mereka harus mendengarkan dengan cermat setiap soal yang diucapkan dalam bahasa Inggris. Lantaran belum terbiasa, tidak jarang tes itu masih menjadi momok bagi siswa. (aaf)