Troso, MAMHTROSO.com – Kampus MA Matholi’ul Huda Troso, pada Rabu pagi (1/5/2013) kedatangan tamu istimewa. Makmur Harun dan Habiburrahman El Shirazy hadir di tengah-tengah ratusan siswa tingkat akhir madrasah ini. Keduanya lantas didaulat memberi ceramah motivasi bertajuk Inspiring Life di sana.
Kedua tokoh ini meluangkan waktu bersilaturahmi ke kampus MAMH Troso, setelah sebelumnya mereka menyelesaikan riset seni ukir di Jepara selama hampir sepekan.
Dalam acara ini, Makmur Harun yang kerap disapa dengan Dr. Makmur itu tidak hanya memberi nasihat kepada seluruh siswa. Pria yang kini menjadi dosen Peradaban Islam di Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia itu juga menceritakan pengalaman hidupnya.
“Yang paling pertama kita lakukan adalah bekerja dulu. Selepas itu, Allah sendiri yang akan menilai hasil kerja kita dan kita sendiri nanti yang akan merasakan hasilnya,” kata Makmur mengawali ceramahnya. Bekerja, lanjutnya, dapat diartikan sebagai usaha belajar yang dilakukan oleh seorang pelajar. “Dalam hal ini kita belajar dulu sampai akhir (jenjang SMA-red), lalu melanjutkan ke perguruan tinggi,” paparnya.
Lebih lanjut Makmur menjelaskan, usaha yang dilakukan manusia memiliki tingkatan dan kadar cobaan tertentu. “Semakin kita bersungguh-sungguh, semakin kita mendapatkan cobaan yang semakin tinggi, maka insyallah kita akan mendapatkan hasil dan tempat yang tinggi pula,” jelasnya.
Untuk menguatkan gambaran pentingnya usaha bagi manusia, Makmur mengisahkan pengalaman hidupnya. Selepas tamat SD, katanya, ia dikirim oleh orang tuanya ke Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. “Di hari pertama (di pondok-red) sudah makan tempe dan tahu. Nikmat bagi orang Jawa, tapi bagi kami orang Sumatera sangat tidak nikmat, apalagi hanya dikasih garam dan cabe rawit,” kenang pria yang lahir dan besar di Jambi itu. “Berjalan hampir 7 bulan, kita masih belum betah. Ingin pulang tapi perjalanan Gontor-Jambi bisa tiga hari tiga malam,” lanjutnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Gontor tidak serta merta membuat Makmur dapat pulang ke kampung halaman. Pasalnya, ia diwajibkan mengabdi di pondok untuk beberapa tahun, hingga menjadi relawan pendidikan di tempat terpencil di Kalimantan dan Sulawesi.
Setelah melakukan pengabdian, Makmur kemudian melanjutkan pendidikannya di negeri Jiran Malaysia hingga berhasil menyelesaikan pendidikan S3 di sana.
Lebih lanjut, usaha yang telah dilakukan seseorang hendaklah dibarengi dengan keikhlasan. “Kata kunci yang kedua setelah kita bekerja dengan sungguh-sungguh adalah ikhlas. Meski usaha kita tidak dilihat oleh orang lain, tapi Allah pasti melihatnya,” terangnya.
“Pada waktu awal-awal di Malaysia, kami menjadi guru ngaji dari rumah ke rumah. Kadang dibayar, kadang ada juga yang tidak membayar. Tapi kami dasari semua itu dengan ikhlas untuk meraih cita-cita,” ungkap Makmur.
Tidak cukup dengan bekerja dan ikhlas, seseorang juga perlu beristiqamah alias teguh pendirian. “Setiap usaha pasti ada cobaan, ibarat batu kerikil yang mesti kita hadapi. Yang kita perlukan adalah tetap beristiqamah, meski cobaan yang kita hadapi semakin berat,” ungkapnya.
“Selepas kita bekerja, ikhlas, dan istiqamah, kita akhiri dengan bertawakkal dan berdoa kepada Allah,” lanjut Makmur.
Di akhir ceramahnya, Makmur mengajak seluruh siswa agar dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. “Lanjutkan sekolah! Jangan takut tidak punya uang. Sebab yang memberi uang bukan orang tua, tetapi Allah. Selama kita mempunyai ketekunan bekerja, ikhlas, istiqamah, dan tawakkal, insyaallah Allah akan menunjukkan jalan-Nya untuk kita,” pungkasnya.
Kang Abik: Berimajinasilah!
Senada dengan Makmur, Kang Abik – panggilan akrab Habiburrahman – juga mewanti-wanti siswa MAMH Troso untuk terus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi selepas tamat dari madrasah.
“Kita ini persaingannya global. Kalau kita melihatnya dengan tetangga kanan-kiri, mungkin iya, pendidikan kita lebih beruntung. Tapi jangan melihat ke bawah untuk urusan pendidikan. Tapi jangan salah, di belahan bumi lain, ternyata sudah ada anak seusia kita yang ternyata lebih hebat dari kita,” ungkap Kang Abik.
Menurutnya, di era persaingan global, seluruh generasi muda menjadi ujung tombak maju-mundurnya bangsa ini. “Persaingan bangsa adalah kumpulan dari individu-individu Indonesia. Jadi kalau bicara Indonesia, tidak hanya Dr. Makmur yang ada di Malaysia saja, atau juga B.J. Habibie. Tetapi bangsa Indonesia ya kita semua,” kata pria yang tersohor dengan novel-novel best seller karyanya, semisal Ayat-Ayat Cinta.
Lebih lanjut, Kang Abik juga mengajak seluruh siswa untuk membangun imajinasi masa depan sejak dini. “Berimajinasilah dan jangan takut untuk berimajinasi,” tutur pria kelahiran Semarang, 30 September 1976 itu. Sebab, lanjut Kang Abik, imajinasi dapat menjadi penyemangat seseorang untuk mewujudkan cita-cita. “Menara Eiffel dibuat juga berawal dari imajinasi dari para arsiteknya,” terangnya.
Kang Abik menceritakan kenanganannya semasa masih muda. “Terus terang, saya penggemar Zainuddin MZ dan dai-dai yang lain,” kenangnya. Setiap kali ada ceramah di kampungnya, Kang Abik kerap berada di barisan paling depan untuk mendengar ceramah sang kyai.
Kekagumannya terhadap dai-dai ulung membuatnya termotivasi untuk menjadi seperti mereka. Levelnya pun tidak tanggung-tanggung, Kang Abik bahkan ingin go international. “Alhamdulillah, ini tahaddus bin nikmah, imajinasi saya akhirnya terwujudkan,” kata pria yang pernah menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir seangkatan salah satu guru MAMH Troso, Harisul Haq itu. Kang Abik sudah beberapa kali diundang mengisi acara di berbagai tempat di belahan dunia.
Meski demikian, lanjut Kang Abik, imajinasi harus diimbangi dengan follow up berupa aksi nyata untuk mewujudkan apa yang dicita-citakannya. “Jangan sampai tuulul amal, banyak berangan tapi malas bekerja,” pesannya.
Selain itu, Kang Abik juga mengajak siswa untuk membiasakan budaya membaca dan menulis. Sebab menurutnya, membaca sudah terbukti menjadi cara yang ampuh untuk menggenggam dunia. “Mari kita lihat sejarah, bangsa-bangsa yang memimpin peradaban, bangsa-bangsa yang maju, semuanya adalah bangsa-bangsa yang memiliki budaya membaca dan menulis yang kuat,” terangnya.
Dicontohkan, bangsa-bangsa berperadaban tinggi pada masa lampau semisal Mesopotamia, Mesir, Cina, ataupun Islam mengalami perkembangan yang luar biasa setelah budaya membaca dan menulis yang mengakar. “Suatu bangsa akan hancur dan tenggelam setelah budaya membaca dan menulis mulai menurun,” kata Kang Abik.
Ajang Reuni
Acara silaturahmi Dr. Makmur dan Kang Abik tidak hanya berkesan bagi siswa dan sejumlah guru yang menghadirinya. Acara ini juga menjadi ajang reuni bagi Dr. Makmur dengan Kepala MAMH Troso, yang pernah menjadi guru dan wali kelasnya semasa belajar di Pondok Modern Darussalam Gontor.
“Sungguh seperti mimpi, karena pada acara kali ini saya tanpa sengaja dapat berjumpa dengan guru saya, Bapak Ustadz Nur Kholis Syam’un semasa masih belajar di Pondok Modern Gontor,” tutur Makmur. “Selama hampir tiga tahun, saya dulu pernah diasuh oleh beliau. Sungguh kesempatan seperti ini tidak akan tergantikan dengan materi,” ungkapnya. (aaf)