Troso, MAMHTROSO.com – MA dan MTs. Matholi’ul Huda Troso Pecangaan Jepara laksanakan Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS) untuk hari ke-2, Ahad pagi kemarin (29/7/2018).
Sama dengan PLS di hari pertama, seluruh civitas akademika MA dan MTs. Matholi’ul Huda Troso yaitu sebanyak 1.200-an siswa dan guru duduk memadati halaman madrasah tepat setelah bel dibunyikan. Drs. H. Nur Kholis Syam’un, Kepala Madrasah Aliyah Matholi’ul Huda Troso kembali bertindak langsung sebagai pengisi acara kemadrasahan ini.
Jika di PLS hari pertama beliau menyampaikan panjang lebar tentang niat, membenarkan tujuan hidup manusia, sampai menjabarkan sedikit tentang keikhlasan sebagai pancajiwa yang pertama. Kali ini beliau menyampaikan pancajiwa yang dijadikan ruh pergerakan siswa di MA dan MTs. Matholi’ul Huda Troso. Ada 5 jiwa yaitu mulai dari Keikhlasan, Kesederhanaan, kemandirian, penolong, ukhuwah Islamiah. Dan di sesi kemadrasahan sesi ke-2 ini beliau menjelasakan makna jiwa keikhlasan. Karena dasar pondasi yang fundamental dari pergerakan siswa adalah dengan keikhlasan.
Sebelum menyampaikan tetang keikhlasan Drs. H. Nur Kholis Syam’un mengungkapkan bahwa hampir seluruh lembaga pendidikan yang ada sekarang ini adalah bentuk-bentuk lain dari proyek penghasil keuntungan. Esensi dari nilai pendidikan masih sangatlah jauh, tetapi yang ditargetkan adalah bagaimana mendapatkan keuntungan yang banyak. “Hakikat madrasah bukanlah fisiknya, akan tetapi jiwanya. Pendidikan dikomersilkan, semuanya diukur dengan uang, untung rugi. Sekolah yang seperti ini biasanya hanya mementingkan kognisi saja tetapi sebetulnya tidak paham hakikat pendidikan”, ungkapnya.
Meskipun MA dan MTs. Matholi’ul Huda Troso salah satu lembaga pendidikan formal, tetapi maunya nilai-nilai dan tradisi pondok-pondok pesantren juga dijalankan di madrasah. Takdim seorang siswa dengan guru adalah sesuatu yang harus ditanamkan dalam hati masing-masing.
Dengan menceritakan keikhlasan KH. Hasyim Asy’ari ketika nyantri dengan Kyai Kholil Bangkalan, beliau mengajak seluruh siswa agar benar-benar menanamkan jiwa keikhlasan di dalam hati. Sebelum menjadi ulama besar dan mendirikan organisasi terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama’ (NU) KH. Hasyim Asy’ari sangat takdim dengan Kyai Kholil Bangkalan dengan harapan mendapatkan berkah. Saking takdimnya beliau siap dan ikhlas melakukan apapun demi kyainya. Bahkan sampai mengambilkan cicin yang jatuh ke septic tank.
Dari kisah itu Kepala Madrasah mengingatkan bahwa sifat takdim kepada guru itu sangat penting agar ilmu yang diajarkan bermanfaat. Sehingga pergerakan siswa di madrasah yang didasarkan dengan takdim kepada guru untuk mendapatkan berkahnya akan memunculkan jiwa “Keikhlasan”. Siswa tidak akan menolak jika diperintah guru, siswa tidak akan menyakiti hati gurunya, bahkan siswa akan dengan sadar sendirinya melakukan sesuatu yang baik tanpa diperintah gurunya. “Wong sing ikhlas iku padang pikire, jembar dadane, dowo umure, akeh ganjarane, suwargo panggonane”, siswa diajak mengucapkan bersama-sama oleh Kepala Madrasah.
Terakhir beliau mengajak siswa doa bersama semoga semua guru selalu diberikan keikhlasan mendidikan siswa-siswinya, begitupun juga siswa-siswi semoga selalu ikhlas dididik oleh para guru, agar semua mendapatkan berkah dan kemuliaan dalam hidup baik di dunia maupun di akhirat. (Syah)